OLEH: MAWAN SUGANDA
Fenomena uang gaib memang sesuatu yang nyaris sulit dipercaya. Sudah sejak lama orang berputar-putar pada sebuah pertanyaan: “Benarkah uang gaib ini ada dan bisa didatangkan?”
Memang, tak mudah menjawab pertanyaan tersebut, terlebih ketika kita menganalisis masalah uang gaib ini dari sudut logika. Tentu yang ada hanya kebuntuan belaka. Bagaimana mungkin ada tumpukan uang di alam nun jauh di seberang sana? Lalu, siapa yang memilikinya, dan bagaimana uang tersebut bisa tersedia? Yang paling membingungkan, dengan cara seperti apa uang itu bisa dihadirkan ke dunia nyata?
Semua pertanyaan tersebut bisa membuat kita pusing tujuh keliling memikirkannya. Jangankan mencari jawabannya, untuk membayangkannya saja bisa membuat kita senewen.
Namun, kesenewenan itu juga yang membuat fenomena ini selalu menyedot perhatian. Terlebih di zaman krisis ekonomi seperti sekarang ini. Buktinya, ketika Misteri memuat artikel tentang Ritual Mendatangkan Uang di Bawah Sajadah, maka staf redaksi kami kewalahan menjawab telepon, belum lagi faks dan email. Semua pertanyaan dan surat yang masuk bernada sama dan sebangun, yakni: “Benarkah ritual tersebut bisa dibuktikan?”
Tentu, kami tidak dapat menjawab “benar” atau “tidak.” Namanya saja hal gaib, pasti tak mudah diberi label “benar” atau “tidak” bila kita belum membuktikannya sendiri, atau setidaknya pernah mendengar kesaksian dari seseorang yang pernah membuktikannya. Sinyalemen terakhir ini, setidaknya cukup menjadi alasan bagi Misteri bahwa ritual tersebut sangat mungkin kebenarannya, namun sudah tentu dengan sederet catatan-catatan.
Deretan catatan tersebut berhubungan dengan si pelaku ritual, juga ketentuan dari ritual dimaksud. Dari sisi si pelaku, tentu dia harus sungguh-sungguh, ikhlas, dan istikomah dalam menjalankan ritualnya. Sementara dari sisi ketentuan ritual, jelas berhubungan dengan aneka macam persyaratan, seperti tempat, saat mustajabah, juga berbagai sesaji yang dibutuhkan. Kalau kedua hal ini dapat terpenuhi dengan baik, maka berdasarkan pengalaman dari sejumlah kesaksian, sudah barang tentu ritual akan membuahkan hasil seperti yang diharapkan.
Memang, tak mudah membuktikan kebenaran di balik ritual mendatangkan uang ini. Ibaratnya, dari seribu orang yang melakukan ritual, barangkali hanya satu orang yang bisa membuktikan kebenarannya. Orang yang berhasil ini bukan semata-mata karena dia menjalankan ritual dengan benar, tapi sangat mungkin karena ada kriteria lain yang menjadi sebab pendorong keberhasilannya. Misalnya saja, orang ini memang memiliki alasan untuk melakukan ritual tersebut karena dia sangat membutuhkan uang untuk membayar utang, atau mencari biaya untuk pengobatan orang tuanya yang sakit keras. Karena jalan lahiriyah sudah buntu, maka jalan batiniah dipilihnya. Dengan sebab ini maka dia memiliki sugesti yang sangat kuat untuk bisa berhasil. Auto power sugesti ini merupakan modal yang sangat kuat baginya untuk berhasil, disamping dengan dukungan kesungguhan dan keikhlasannya dalam melakukan ritual.
Para Ulama Sufi dan Ahli Hikmah memang berkeyakinan bahwa ritual mendatangkan uang gaib ini tidak bisa digunakan untuk tujuan “main-main”. Maksudnya, siapapun yang ingin melakukan ritual ini harus benar-benar memiliki alasan yang kuat dan tepat, bukan hanya dengan maksud ingin mencoba-coba.
“Kalau dilakukan hanya dengan mencoba-coba, maka saya jamin ritual akan gagal!” ungkap Prayoga Gemilang, yang pernah membikin heboh dengan diktat gaibnya tentang upaya mendatangkan uang gaib. Menurutnya, hanya orang yang sungguh-sungguh terdesak oleh suatu kebutuhan, seperti harus segera membayar utang karena nyawanya terancam, yang bisa membuktikan keampuhan ritual ini.
Hal senada juga dikatakan oleh Saipudin. Menurut paranormal muda yang juga pakar Ilmu Hikmah ini, banyak orang yang tergoda melakukan perburuan uang gaib atau melakukan ritual mendatangkan uang gaib, tanpa mengerti esensi yang sebenarnya dari ritual ini. Dia mengatakan, para pelaku ritual umumnya memang mengerjakannya dengan setengah hati, karena di awal mereka sesungguhnya sudah merasa ragu. Keraguan ini sangat mungkin terjadi karena pelaku tidak memiliki modal sugesti yang kuat.
“Padahal, sugesti itu modal utama dalam ritual apa saja, sebab sugestilah yang menuntun ke arah keberhasilan. Walaupun ritualnya ampuh, kalau sugesti pelakunya lemah, maka besar kemungkinan tidak bisa menunjang keberhasilan. Atau, kalaupun berhasil tentu tidak memuaskan,” papar Saipudin, menegaskan.
Untuk membuktikan kebenaran pendapat tersebut, marilah kita simak cerita yang dituturkan oleh Muhi Juhana, tentang seorang sahabatnya yang bernama Surya. Sahabatnya ini, adalah seorang yang melakukan ritual peminjaman uang gaib…:
Ketika ditemui di rumahnya, Surya dengan gamblang menjelaskan bahwa apa yang disebut sebagai Bank Gaib itu memang benar-benar ada.
Dipaparkan oleh Surya, walau dia gagal dalam ritual tersebut, tetapi dia telah mencoba melakukan ritual yang sebenarnya tidak memerlukan biaya besar. Cukup tiga batang lilin merah yang sebelumnya telah diisi oleh seorang Kyai, wewangian dan membakar madat, serta berpakaian bersih saat melakukan ritual.
Sudah barang tentu, sebelumnya Surya diwajibkan untuk melakukan puasa mutih selama tiga hari tiga malam, yang dimulai pada hari Selasa. Tepatnya mulai Selasa, Rabu dan Kamis.
Malam Jum’atnya, dia tidak tidur sama sekali. Ketiga lilin merah itu dibakar dan diletakkan berjajar. Tak lupa Surya juga memakai wewangian dan membakar madat serta membaca amalan tertentu untuk mengundang khodam yang akan mengantarkan uang kepadanya.
Sebelumnya, sang Kyai berpesan kepada Surya, “Ingat, jangan sekali-kali membuka pintu jika terdengar ada yang mengetuk dari luar. Biarkan khodamnya masuk ke kamarmu sambil membawa uangnya!”
Ringkas cerita, saat Surya melakukan ritual di kamar khususnya malam itu, sementara isterinya membantunya dengan melakukan wiridan di kamar yang berbeda, sesuatu yang aneh memang terjadi. Sekitar pukul 02.30 WIB, lamat-lamat terdengar suara derap kaki kuda yang menghela kereta berhenti tepat di depan rumahnya. Dan tak lama kemudian, terdengar gedoran keras pada pintu depan rumah.
Mendengar gedoran yang keras tidak alang kepalang, dengan serta merta Surya pun bangkit karena jengkel. Dia lupa akan pesan sang Kyai. Dan ketika daun pntu dibukanya, dia tak melihat siapa pun. Yang ada hanyalah kegelapan malam. Ketika sadar, Surya pun menyesal. Dia telah melanggar pantangan. Dan uang yang amat diharapkan tidaklah didapatkan
Isteri Surya memberi kesaksian, “Saya melihat dengan jelas seolah tidak ada penghalang tembok sama sekali. Di luar sana, tampak ada seorang wanita cantik turun dari kereta kencana sambil membawa bungkusan yang digendong di belakang dengan kain. Mirip pedagang kain. Dan perempuan itu langsung saja menggedor pintu depan.”
Demikian kisah Muhi Juhana tentang sahabatnnya yang bernama Surya. Pengalaman Surya jelas telah membuktikan betapa Bank Gaib itu benar adanya. Sudah tentu, jika kita mau menjalani ritualnya dengan tulus, tekun dan sabar, maka kita akan mendapatkan uang yang kita harapkan. Namun, seperti yang disinggung Saipudin, kebanyakan orang yang melakukan ritual ini memang setengah hati. Maksudnya, kurang khusyuk dan tidak memiliki modal sugesti yang kuat.
***
Masih ada kisah lain yang tak kalah menawan. Beberapa tahun silam, Misteri mempunyai sahabat bernama dr. Kadarisman yang waktu itu tinggal di dearah Rawamung, Jakarta Timur. Dokter spesialis mata ini dikenal sebagai orang yang zuhud dalam menjalankan agamanya. Sejak masih kanak-kanak sampai kuliah, dia selalu tekun bangun di tengah malam dan sholat Tahajjud.
Sampai suatu ketika saat Kadarisman masih kuliah di Fakultas Kedokteran UI, dia terdesak uang untuk biaya ujian praktek. Jumlahnya waktu itu lumayan besar. Sebagai anak yatim yang sudah mandiri sejak kecil, Kadarisman tentu tidak bisa berharap kiriman uang dari keluarganya.
Di tengah kebingungan itu, Kadarisman bertemu orang tua yang sangat zuhud. Dari orang tua inilah dia memperoleh sebuah ritual yang diperuntukkan sebagai usaha menghadirkan uang dari alam gaib. Dengan kezuhudan dan ketakwaannya, Kadarisman lalu menjalankan ritual yang diperolehnya. Tiga hari menjalankan ritual dimaksud, hasilnya sungguh sangat menakjubkan. Suatu pagi, ketika Kadarisman ingin berganti pakaian, maka di bawah tumpukan pakaiannya terdapat uang kertas yang masih serba baru. Aneh bin ajaib! Jumlahnya sama persis dengan kebutuhannya untuk membayar uang ujian….
Demikianlah kisah menawan yang dialami oleh dr. Kadarisman, sahabat Misteri yang budiman. Menyimak kisah tersebut, maka jelas sekali bahwa uang gaib itu memang ada, tanpa kita perlu menanyakan di mana keberadaannya, sebab masalah gaib itu memang tak pernah bisa terjawab dengan tuntas.
Ditegaskan oleh Saipudin, perkara uang gaib ini sebenarnya tak perlu dipertentangkan lagi. Dalam beberapa kitab Ilmu Hikmah, memang terdapat petunjuk-petunjuk ritual untuk mendatangkan uang dari alam gaib.
“Kalau ritualnya ada, maka secara logika uang gaib itu bisa dinyatakan benar keberadaannya. Karena itu, menurut hemat saya hal ini sudah bukan fenomena lagi, tapi merupakan fakta,” tegas Saipudin. Untuk mendukung tesisnya tersebut, dia membeberkan sebuah ritual untuk menghadirkan uang dari alam gaib. Disebutkan olehnya, ritual rahasia ini diperolehnya dari ijazah seorang ulama sufi terkenal di Banten. Berikut ini paparan lengkapnya:
- Untuk melakukan ritual ini, maka carilah bulan yang awal harinya dimulai dengan hari Sabtu. Jadi, ritual ini dimulai pada hari Sabtu, persis di awal bulan (bulan apa saja), dengan tidak mengkonsumsi makanan yang bernyawa dan apa saja yang berasal darinya.
- Setiap hari membaca “YA KARIIM YA ROHIIM” sebanyak-banyaknya. Khusus setelah sholat fardhu “YA KARIIM YA ROHIIM” dibaca sebanyak 1000, setelah itu membaca doa berikut ini sebanyak 7 kali: “ALLAAHUMMA AS’ALUKA BIBUUKOOLIIMA SYUUNAAHIILA YA SYAHRIINA AS’ALUKA BIHURMATI KASYAHIILA BARDIIMA BAHROO’IILA AJAAJIILA AZAASIILA WA AS’ALUKA BIHURMATI JIBRIIL WA MIIKAA’IIL WA ISROOFIIL WA IZROO’IIL WA BIHURMATI SAYYIDINAA MUHAMMADIN SOLLALLAAHU ALAIHI WA SALLAMA WA BIHAKKI YAA KARIIM YAA ROHIIM ANTARZUKONII KULLA YAUMIN DIINAARON ASTA’IINA BIHII ALAA KUUTII WAL HAJI ILA BAITILLAH ALHAROOM.”
- Pada minggu kedua dalam rangkaian ritual Anda tetap tidak diperbolehkan mengkonsumsi makanan yang bernyawa, atau segala sesuatu yang berasal daripadanya, dan diharuskan tetap menjalankan ritual seperti yang dijelaskan di atas. Kemudian pada tanggal 12,14, dan 15 berpuasalah. Namun, buka dan malam harinya tidak boleh mengkonsumsi makanan yang bernyawa serta segala sesuatu yang berasal daripadanya.
- Bila ritual yang Anda jalankan masih terus berlangsung sampai malam Jum’atnya (malam terakhir dari ritual Anda), maka Anda harus mandi jinabat kemudian mengenakan pakaian yang bersih dan memakai wewangian, seperti minyak misik atau zafaron. Pada tengah malam pas pukul 00.00, Anda harus menunaikan sholat Isya. Kemudian setelah sholat Isya bacalan amalan-amalan berikut ini: SUBHANALLAH 33X, ALHAMDULILLAH 33X, LA ILAHA ILLALAAH 33X, ALLAHU AKBAR 33X, ALLAAHUMMA SOLLI ALA SAYYIDINA MUHAMMAD WA ALA ALI SAYYIDINA MUHAMMAD 1000X, YA KARIIM YA ROHIIM 1000X, ALLAAHUMMA SOLLI ALA SAYYIDINA MUHAMMAD WA ALA ALIHI WA SOHBIHI WA SALLIM ASSOLAATU ALA ROSUULILLAH SOLLALLAAHU ALAIHI WA SALLAMA 1X, AYAT KURSYI 3X, AL IKHLAS 3X, AL FALAQ 1X, ANNAS 1X, ALLAAHUMMA AATIHIL WASIILAH WAL FADIILLAH WADDAROJAH ARROFII’AH WAB’ATSHU WAL MAKOOMAL MAHMUUDAL LADZII WA’ATTAH WA AURONAA HAUDOHO WASKINAA MIN YADIHI SYARBATAN LA NATMA’ANNA BA’DAHA ABADAN 1X. Ingat, sewaktu mewridzkan semua amalan di atas jangan sampai tertidur, sebab jika tertidur bisa gagal total.
- Sampai di sini ritual yang Anda jalankan selesai, tinggal menunggu waktu sholat Subuh tiba. Sekali lagi ingat, selama menunggu datangnya waktu sholat Subuh tidak boleh tertidur barang sekejappun sebab bisa gagal. Lalu, sesudah sholat Subuh bacalah solawat sebanyak-banyaknya hingga Anda benar-benar diliputi oleh rasa kantuk yang sangat hebat hingga Anda tertidur karenanya. Maka ketika Anda tertidur itulah khodam amalan ini akan datang dan bertanya, “Hai hamba Allah, apakah Anda menghendaki harta benda atau akhirat?” Maka jawablah, “Saya menghendaki harta benda, tetapi saya meminta pertolongan akhirat.” Maka khodam tersebut akan memberikan dua keping mata uang Dinar kepada Anda, dan berpesan kepada Anda agar setiap Jum’at melakukan ziarah kubur, mandi jinabat, dan membaca: “YA KARIIM YA ROHIIM”
“Setelah menjalani ritual tersebut dengan sempurna, Insya Allah setiap hari Anda akan mendapatkan uang sesuai yang Anda butuhkan, di bawah bantal yang Anda tiduri. Dengan catatan Anda harus merahasiakan keajaiban ini kepada siapapun. Bila Anda membuka rahasia ini, maka kiriman uang gaib tersebut akan terhenti dengan sendirinya,” urai Saipudin, mempertegas amalan ritual yang dibeberkannya.
Muhammad Syahri, salah seorang saksi yang pernah menjalankan ritual tersebut mengaku telah mengalami kegagalan dengan sebab yang sangat sepele. Ceritanya, sahabat dekat Saipudin ini melakukan ritual di rumah kontrakannya di bilangan Cipete, Jakarta Selatan. Gara-gara hal ini, si khodam penunggu wiridan marah, sebab katanya dia diundang bukan di tempat yang telah menjadi hak milik dari si pengundangnya, padahal pemilik tempat belum tentu meridhoinya. Yang dimaksud adalah rumah yang digunakan Syahri bukan milik pribadinya, dan pemilik rumah belum tentu merasa senang dengan perbuatannya.
“Khodam yang menjelma sebagai pria berjubah hijau itu malah menyuruh saya untuk mengulangi undangan atas dirinya, dan harus dilakukan di tempat yang sudah menjadi hak saya. Terus terang, saya kecewa. Tapi saya bangga dengan pengalaman langka ini,” aku Syahri saat dimintai kesaksiannya oleh Misteri.
Saipudin menambahkan, jangan gampang putus asa kalau ternyata setelah melakukan ritual tersebut ternyata tidak menghasilkan apa-apa. Maksudnya, si pelaku ritual tidak menemukan uang di bawah bantalnya. “Sangat mungkin khodam itu memberikannya dengan cara lain. Misalkan saja memberikan kemujuran kepada Anda lewat proses kerja yang Anda lakukan. Istilahnya, mudah mendapat rejeki yang tidak disangka-sangka. Tapi semua ini tentu atas ridho Allah semata,” tandasnya.
Dengan menyimak uraian yang panjang lebar ini, masihkah kita harus meragukan bahwa yang namanya uang gaib, Bank Gaib, atau apapun istilahnya, hanya merupakan cerita isapan jempol semata? Akhirnya, terserah Anda menafsirkannya.
Jumat, 18 Juni 2010
AJI PANCASONA
AJI PANCASONA
Aji Pancasona, siapa yang tak pernah mendengar nama ilmu kesaktian yang sangat sangat kesohor ini. Pancasona merupakan salah satu ilmu kanuragan tingkat tinggi di pulau Jawa. Dalam berbagai kisah kependekaran, ilmu satu ini dikenal sebagai ilmu hitam yang menimbulkan fenomena yang sangat aneh. Misalkan, bagian tubuh yang putus dapat menyambung kembali.
Siapa saja yang memiliki ilmu ini akan sukar matinya, karena biarpun sudah terpotong tubuhnya, atau tertembak hingga mati, begitu menyentuh bumi akan hidup lagi.
Dalam pewayangan yang mempunyai ajian Pancasona ini Prabu Dasamuka, Raja dari Alengka. Orang yang memiliki ilmu ini matinya hanya bisa bila kepala dan tubuhnya dipisahkan dan ditaruh di tempat yang sangat jauh, bila mungkin di pendam di dalam sumur yang sangat dalam.
Karena sukarnya untuk menjalankan laku dalam mendapatkan ilmu ini, maka sangat jarang orang yang masih memiliki ilmu ini. Untuk menghilangkan rasa penasaran Anda, inilah mantra dari Aji Pancasona yang terkenal ini.
"Bismillahirrohmanirrohiim,
Niyat ingsun amatek ajiku Aji Pancasona,
Ana wiyat jroning bumi, Surya murub ing bantala,
Bumi sap pitu, anelahi sabuwana, Rahina tan kena wengi,
Urip tan kenaning pati, Ingsun pangawak jagad,
Mati ora mati, Tlinceng geni tanpa kukus,
Ceng, Cleleng 2x
Kasangga ibu pertiwi, Tangki dewe, urip dewe aning jagad,
Mustika lananging, jaya, Hem, aku si Pancasona,
Ratune nyawa sakalir."
Syarat lakunya:
Puasa sunnah Senin dan Kamis selama 7 bulan. Setelah selesai 3 hari berikutnya dilanjutkan puasa sunnah 40 hari. Malam terakhirnya hari ke 41-nya patigeni sehari semalam (tidak makan, tidak tidur) dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil. Selama puasa setiap selesai sholat fardhu ajian dibaca 21 kali.
Malamnya melakukan sholat sunat hajat, memohon ajian ini. Setelah selesai ajiannya dibaca sebanyak 75 kali. Sebelum mengerjakan sholat sunat hajat diwajibkan mandi keramas yang airnya sudah diberi mantra keramas 21 kali.
Setelah selesai mengerjakan puasa, setiap hari sehabis sholat mantranya dibaca 3 kali jangan sampai terlewatkan.
Demikianlah sekedar gambaran Aji Pancasona. Semoga bisa menambah perbendaharaan ilmu-ilmu di nusantara.
AJI TAMENG WAJA
Aji Tameng Waja adalah aji khusus kekebalan. Daya keampuhannya memang hampir sama dengan aji Lembu Sekilan. Barang siapa mengamalkan aji Tameng Waja ini dengan sempurna, Insya Allah dalam suatu pertempuran tidak akan cedera oleh senjata lawan. Tetapi untuk memiliki aji Tameng Waja ini tidaklah mudah.
Persyaratan:
- Setiap awal bulan Muharam (suro) diharuskan puasa sunnah 40 hari. Hal ini dilakukan paling tidak selama 3 kali bulan Muharam.
- Selama menjalankan puasa setiap tengah malam mandi keramas yang airnya sebelumnya diberi rapal ajian Tameng Waja tersebut hingga 21 kali, setelah itu mengerjakan sholat hajat khusus.
- Selama puasa sunnah, setiap selesai mengerjakan sholat fardhu mantra ini dibaca 21 kali. Dan selesai ssholat hajat dibaca 75 kali. Jangan lupa sehabis sholat Isya' mengerjakan sholat tobat dan istigfar 1000 kali. Bisa dilakukan antara jam 20.00 atau jam 23.00.
- Selesai mengerjakan puasa sunnah setiap harinya selesai sholat hajat dibaca 3 kali.
Memang cukup berat syarat laku untuk mendapatkan Aji Tameng Waja ini. Tetapi, bila niat kita sunguh-sungguh akan mudah juga melakukannya.
Bila sudah memperoleh kesaktian dari aji ini, jangan disalah gunakan. Dan ingat, pantangannya adalah tidak boleh berzina (serong) dan minum-minuman keras, apalagi sampai mabuk.
Mantra Aji Tameng Waja:
"Niat ingsun amatek aji tameng waja,
Klambiku sageblok kandele,
ototku kawat balungku wesi,
Kulitku tembaga dagingku waja,
kep0karepku barukut,
kinemulan waja inten mekakang,
sacengkal sakilan sadempu,
sakebeehing braja datan nedasi,
mimis bedal nglumpruk kadi kapuk,
tan tumono ing badanku,
saking kersaning Allah,
yaa qawiyu, yaa matinu (3 kali)."
AJI BENGKELENG
Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita, khususnya orang Jawa, sangat gemar mempelajari ilmu gaib baik yang bersifat rahasia maupun yang terang-terangan. Mereka belajar ilmu gaib dengan tujuan yang berbeda satu sama lain. Ada yang bertujuan agar sakti, kebal senjata, kebal api, kebal racun dan ada pula yang bertujuan bisa mengobati orang sakit dan lain sebagainya.
Ilmu kekebalan termasuk ilmu gaib, karena bila seseorang telah menguasainya dengan sempurna, sesuatu yang tak masuk akal akan menjadi kenyataan. Salah satu contohnya adalah Aji Bengkeleng. Di zaman dahulu aji ini sangat dirahasiakan karena itu sangat jarang yang memilikinya. Keunggulan aji Bengkeleng sebagai ilmu kebal adalah, kalau orang yang mengamalkan aji tersebut benar-benar sempurna, bila kena senjata tajam dan peluru rasanya seperti kena tetesan air.
Persyaratan:
- Puasa sunnah 40 hari
- Selama puasa mantra dibaca 21 kali setiap selesai sholat fardhu
- Tengah malam selesai sholat hajat dibaca 75 kali
- Setelah selesai puasa, setiap selesai sholat fardu mantra cukup dibaca 3 kali.
Pantangan:
- Dilarang berzinah
- Minum-minuman keras
- Pamer ilmu kepada orang lain.
Mantra Aji Bengkeleng :
"Salam'alaikum salam.
dzatollah naretes dadi aku,
wirajatollah reksanan aku,
kijratollah kedadehane kayu,
bengkeleng guruning wesi,
Sopo sedya ala marang aku,
ajal banyu, tes naretes dadi banyu,
Ya huallah (3 kali)."
Aji Pancasona, siapa yang tak pernah mendengar nama ilmu kesaktian yang sangat sangat kesohor ini. Pancasona merupakan salah satu ilmu kanuragan tingkat tinggi di pulau Jawa. Dalam berbagai kisah kependekaran, ilmu satu ini dikenal sebagai ilmu hitam yang menimbulkan fenomena yang sangat aneh. Misalkan, bagian tubuh yang putus dapat menyambung kembali.
Siapa saja yang memiliki ilmu ini akan sukar matinya, karena biarpun sudah terpotong tubuhnya, atau tertembak hingga mati, begitu menyentuh bumi akan hidup lagi.
Dalam pewayangan yang mempunyai ajian Pancasona ini Prabu Dasamuka, Raja dari Alengka. Orang yang memiliki ilmu ini matinya hanya bisa bila kepala dan tubuhnya dipisahkan dan ditaruh di tempat yang sangat jauh, bila mungkin di pendam di dalam sumur yang sangat dalam.
Karena sukarnya untuk menjalankan laku dalam mendapatkan ilmu ini, maka sangat jarang orang yang masih memiliki ilmu ini. Untuk menghilangkan rasa penasaran Anda, inilah mantra dari Aji Pancasona yang terkenal ini.
"Bismillahirrohmanirrohiim,
Niyat ingsun amatek ajiku Aji Pancasona,
Ana wiyat jroning bumi, Surya murub ing bantala,
Bumi sap pitu, anelahi sabuwana, Rahina tan kena wengi,
Urip tan kenaning pati, Ingsun pangawak jagad,
Mati ora mati, Tlinceng geni tanpa kukus,
Ceng, Cleleng 2x
Kasangga ibu pertiwi, Tangki dewe, urip dewe aning jagad,
Mustika lananging, jaya, Hem, aku si Pancasona,
Ratune nyawa sakalir."
Syarat lakunya:
Puasa sunnah Senin dan Kamis selama 7 bulan. Setelah selesai 3 hari berikutnya dilanjutkan puasa sunnah 40 hari. Malam terakhirnya hari ke 41-nya patigeni sehari semalam (tidak makan, tidak tidur) dalam keadaan suci dari hadats besar dan kecil. Selama puasa setiap selesai sholat fardhu ajian dibaca 21 kali.
Malamnya melakukan sholat sunat hajat, memohon ajian ini. Setelah selesai ajiannya dibaca sebanyak 75 kali. Sebelum mengerjakan sholat sunat hajat diwajibkan mandi keramas yang airnya sudah diberi mantra keramas 21 kali.
Setelah selesai mengerjakan puasa, setiap hari sehabis sholat mantranya dibaca 3 kali jangan sampai terlewatkan.
Demikianlah sekedar gambaran Aji Pancasona. Semoga bisa menambah perbendaharaan ilmu-ilmu di nusantara.
AJI TAMENG WAJA
Aji Tameng Waja adalah aji khusus kekebalan. Daya keampuhannya memang hampir sama dengan aji Lembu Sekilan. Barang siapa mengamalkan aji Tameng Waja ini dengan sempurna, Insya Allah dalam suatu pertempuran tidak akan cedera oleh senjata lawan. Tetapi untuk memiliki aji Tameng Waja ini tidaklah mudah.
Persyaratan:
- Setiap awal bulan Muharam (suro) diharuskan puasa sunnah 40 hari. Hal ini dilakukan paling tidak selama 3 kali bulan Muharam.
- Selama menjalankan puasa setiap tengah malam mandi keramas yang airnya sebelumnya diberi rapal ajian Tameng Waja tersebut hingga 21 kali, setelah itu mengerjakan sholat hajat khusus.
- Selama puasa sunnah, setiap selesai mengerjakan sholat fardhu mantra ini dibaca 21 kali. Dan selesai ssholat hajat dibaca 75 kali. Jangan lupa sehabis sholat Isya' mengerjakan sholat tobat dan istigfar 1000 kali. Bisa dilakukan antara jam 20.00 atau jam 23.00.
- Selesai mengerjakan puasa sunnah setiap harinya selesai sholat hajat dibaca 3 kali.
Memang cukup berat syarat laku untuk mendapatkan Aji Tameng Waja ini. Tetapi, bila niat kita sunguh-sungguh akan mudah juga melakukannya.
Bila sudah memperoleh kesaktian dari aji ini, jangan disalah gunakan. Dan ingat, pantangannya adalah tidak boleh berzina (serong) dan minum-minuman keras, apalagi sampai mabuk.
Mantra Aji Tameng Waja:
"Niat ingsun amatek aji tameng waja,
Klambiku sageblok kandele,
ototku kawat balungku wesi,
Kulitku tembaga dagingku waja,
kep0karepku barukut,
kinemulan waja inten mekakang,
sacengkal sakilan sadempu,
sakebeehing braja datan nedasi,
mimis bedal nglumpruk kadi kapuk,
tan tumono ing badanku,
saking kersaning Allah,
yaa qawiyu, yaa matinu (3 kali)."
AJI BENGKELENG
Sejak zaman dahulu, nenek moyang kita, khususnya orang Jawa, sangat gemar mempelajari ilmu gaib baik yang bersifat rahasia maupun yang terang-terangan. Mereka belajar ilmu gaib dengan tujuan yang berbeda satu sama lain. Ada yang bertujuan agar sakti, kebal senjata, kebal api, kebal racun dan ada pula yang bertujuan bisa mengobati orang sakit dan lain sebagainya.
Ilmu kekebalan termasuk ilmu gaib, karena bila seseorang telah menguasainya dengan sempurna, sesuatu yang tak masuk akal akan menjadi kenyataan. Salah satu contohnya adalah Aji Bengkeleng. Di zaman dahulu aji ini sangat dirahasiakan karena itu sangat jarang yang memilikinya. Keunggulan aji Bengkeleng sebagai ilmu kebal adalah, kalau orang yang mengamalkan aji tersebut benar-benar sempurna, bila kena senjata tajam dan peluru rasanya seperti kena tetesan air.
Persyaratan:
- Puasa sunnah 40 hari
- Selama puasa mantra dibaca 21 kali setiap selesai sholat fardhu
- Tengah malam selesai sholat hajat dibaca 75 kali
- Setelah selesai puasa, setiap selesai sholat fardu mantra cukup dibaca 3 kali.
Pantangan:
- Dilarang berzinah
- Minum-minuman keras
- Pamer ilmu kepada orang lain.
Mantra Aji Bengkeleng :
"Salam'alaikum salam.
dzatollah naretes dadi aku,
wirajatollah reksanan aku,
kijratollah kedadehane kayu,
bengkeleng guruning wesi,
Sopo sedya ala marang aku,
ajal banyu, tes naretes dadi banyu,
Ya huallah (3 kali)."
MISTERI PULAU JAWA KUNO DI ZAMAN SWETA DWIPA
OLEH : GOENAWAN WE
Sebelum dihuni manusia, bumi Jawa telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu, turun ke arcapada lalu kawin dengan Pratiwi, dewinya bumi….
Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan Gunung Himalaya.
Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.
Mengingat kalau dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama.
Al kisah, dalam kunjungan resminya sebagai utusan raja, Empu Barang atau nama bangsawannya Haryo Lembusuro, seorang pandhito terkemuka tanah Jawa, berkunjung ke Jambu Dwipa (India).
Sesampainya menginjakkan kaki di negeri Hindustan ini, oleh para Brahmana setempat, Empu Barang diminta untuk bersama-sama menyembah patung perwujudan Haricandana (Wisnu). Namun, dengan kehalusan sikap manusia Jawa, Empu Barang menyatakan bahwa sebagai pandhito Jawa, dia tidak bisa menyembah patung, tetapi para Brahmana India tetap mendesaknya, dengan alasan kalau Brahmana dinasti Haricandana menyembahnya karena Wisnu dipercaya sebagai Sang Pencipta Tribuwana.
Dengan setengah memaksa, Empu Barang diminta duduk, namun sewaktu kaki Empu Barang menyentuh tanah, tiba-tiba bumi bergoyang (tidak disebutkan berapa kekuatan goyangannya dalam skal ritcher). Yang jelas, saking hebatnya goyangan tersebut, patung tersebut hingga retak-retak.
Memang, menurut tata cara Jawa, penyembahan kepada Sang Penguasa Hidup itu bukan patung, tetapi lewat rasa sejati, sehingga hubungan kawula dengan Gusti menjadi serasi. Itulah Jumbuhing Kawula Dumateng Gusti.
Orang Jawa melakukan puja-puji penyembahan kepada Gustinya langsng dari batinya, maka itu dalam perkembangannya disebut aliran Kebatinan atau perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah Kejawen, karena bersumber dari Jawa.
Bagi orang Jawa tentang cerita waktu bumi Jawa belum dihuni manusia, telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Dan salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu turun ke arcapada kawin dengan Pratiwi, dewi bumi.
Dalam pemahaman kejawen, hal itu disikapi dengan terjemahan, kalau Wisnu itu artinya urip/hidup, pemelihara kehidupan. Jadi jelasnya awal mula adanya kehidupan manusia di bumi, atas izin Sang Penguasa Jagad. Dewa perlambang sukma, manusia perlambang raga. Begitulah hidup manusia, raganya bisa rusak, namun sukmanya tetap hidup langgeng.
Kemolekan bumi Jawa laksana perawan rupawan yang amat jelita, sehingga Kerajaan Rum (Ngerum) yang dipimpin Prabu Galbah, lewat laporan pendeta Ngali Samsujen, begitu terpesona karenanya. Maka diutuslah dutanya yang pertama yang bernama Hadipati Alip.
Hadipati Alip berangkat bersama 10.000 warga Ngerum menuju Nuswa Jawa. Mereka dalam waktu singkat meninggal terkena wabah penyakit. Tak tersisa seorang pun. Lalu dikirimlah ekspedisi kedua dibawah pemimpinan Hadipati Ehe. Malangnya, mereka juga mengalami nasib sama, tupes tapis tanpa tilas.
Masih diutus rombongan berikutnya, seperti Hadipati Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Semuanya mengalami nasib sama, tumpes kelor.
Melihat semua itu, Prabu Galbah terkejut dan mengalami shock hebat. Akibatnya, sakit jantungnya kambuh. Dia kemudian jatuh sakit, dan dalam waktu tak lama mangkat.
Pendeta Ngali Samsujen, merasa bersalah karena nasehatnya menimbulkan malapateka ini terjadi. Akhirnya beliau mati dalam rasa bersalah. Tinggal Mahapati Ngerum, karena rasa setianya, dia ingin melanjutkan missi luhur yang dicita-citakan rajanya. Dia akhirnya ingat pada sahabatnya yang sakti bersanama Jaka Sangkala alias Aji Saka, yang tinggal di Tanah Maldewa atau Sweta Dwipa.
Habisnya para migran dari Ngerum ke Tanah Jawa itu, menurut Jaka Sangkala adalah karena hati mereka yang kurang bersih. Mereka tidak meminta izin dahulu pada penjaga Nuswa Jawa. Padahal, karena sejak zaman dahulu, tanah ini sudah ada yang menghuni. Yang menghuni tanah Jawa adalah manusia yang bersifat suci, berwujud badan halus atau ajiman (aji artinya ratu, man atau wan artinya sakti).
Selain penghuni yang baik, juga dihuni penghuni brekasakan, anak buah Bathara Kala. Makanya tak ada yang berani tinggal di bumi Jawa, sebelum mendapat izin Wisnu atau manikmaya atau Semar.
Akhirnya, Mahapati Ngerum diantar Aji Saka menemui Wisnu dan isterinya Dewi Sri Kembang. Saat bertemu, dituturkan bahwa wadyabala warga Ngerum yang mati tidak bisa hidup lagi, dan sudah menjadi Peri Prahyangan, anak buah Batara Kala. Tapi ke-8 Hadipati yang gugur dalam tugas itu berhasil diselamatkan oleh Wisnu dan diserahi tugas menjaga 8 mata angina. Namun mereka tetap menghuni alam halus.
Atas izin Wisnu, Mahapati Negrum dan Aji Saka berangkat ke tanah Jawa untuk menghadap Semar di Gunung Tidar. Tidar dari kata Tida; hati di dada, maksudnya hidup. Supaya selamat, oleh Wisnu, Mahapati Ngerum dan Aji Saka diberi sifat kandel berupa rajah Kalacakra, agar terhindar dari wabah penyakit dan serangan anak buah Batara Kala.
Kisah di atas hanya merupakan gambaran, bahwa ada makna yang tersirat di dalamnya. Wisnu dan Aji Saka itu dwitunggal, bagaikan matahari dan sinarnya, madu dan manisnya, tak terpisahkan. Loro-loro ning atunggal.
Maka itu, keraton Wisnu dan Aji Saka itu di Medang Kamulan, yang maksudnya dimula-mula kehidupan. Kalau dicermati, intinya adalah kawruh ngelmu sejati tentang kehidupan manusia di dunia, sejak masih gaib hingga terlahir di dunia, supaya hidup baik, sehingga kembalinya nanti menjadi gaib lagi, perjalanannya sempurna.
Singkat cerita, perjalanan ke tanah Jawa dipimpin oleh Aji Saka dengan jumlah warga yang lebih besar, 80 ribu atau 8 laksa, disebar di berbagai pelosok pulau. Sejak itulah, kehidupan di tanah Jawa Dwipa yang disebut masyarakat Kabuyutan telah ada sejak 10.000 SM, tetapi mulai agak ramai sejak 3.000 SM.
Sesudah kedatangan pengaruh Hindu, muncul kerajaan pertama di Jawa yang lokasinya di Gunung Gede, Merak. Rajanya Prabu Dewowarman atau Dewo Eso, yang bergelar Sang Hyang Prabu Wismudewo. Raja ini memperkuat tahtanya dengan mengawini Puteri Begawan Jawa yang paling terkenal, yakni Begawan Lembu Suro atau Kesowosidi di Padepokan Garbo Pitu (penguasa 7 lapis alam gaib) yang terletak di Dieng atau Adi Hyang (jiwa yang sempurna), juga disebut Bumi Samboro (tanah yang menjulang tinggi). Puterinya bernama Padmowati atau Dewi Pertiwi.
Dari perkawinan campuran itu, lahirlah Raden Joko Pakukuhan, yang kelak di kemudian hari menggantikan tahta ayahnya di kerajaan Jawa Dwipa atau Keraton Purwosarito, dan bergelar Sang Prabu Sri Maha Panggung. Lalu keraton dipindah lokasinya ke Medang Kamulan.
Penggantinya adalah putranya Prabu Palindriyo. Dari perkawinannya dengan puteri Patih Purnawarman, Dewi Sinto, lahir Raden Radite yang setelah bertahta dan bergelar Prabu Watuguung. Dia memerintah selama 28 tahun. Pemerintahannya mempunyai pengaruh kuat di Jawa Barat. Adalah kakaknya, Prabu Purnawarman yang membuat Prasasti Tugu, sebelah timur Tanjung Priuk dalam pembuatan saluran Kali Gomati, Prasasti Batu Tulis di Ciampea, Bogor.
Untuk menguasai Jawa Timur, Prabu Watugunung mengawini puteri Begawan Kondang, yaitu Dewi Soma dan Dewi Tumpak. Dia juga mengawini Ratu Negeri Taruma yang bernama Dewi Sitowoko.
Dalam pemerintahannya terjadi perebutan tahta dengan Dewi Sri Yuwati, saudara lain ibu (Dewi Landep). Dewi Sri Yuwati dibantu adiknya lain ibu, Joko Sadono (putera Dewi Soma). Akhirnya Prabu Watugunung berhasil dikalahkan, dan Joko Sadono menggantikan tahtanya dengan gelar Prabu Wisnupati, permaisurinya Dewi Sri. Kakak Dewi Sri diangkat sebagai raja Taruma, bergelar Prabu Brahma Raja.
Sebelum dihuni manusia, bumi Jawa telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu, turun ke arcapada lalu kawin dengan Pratiwi, dewinya bumi….
Sebuah teori geologi kuno menyebutkan, proses terbentuknya daratan yang terjadi di Asia belahan selatan adalah akibat proses pergerakan anak benua India ke utara, yang bertabrakan dengan lempengan sebelah utara. Pergerakan lempeng bumi inilah yang kemudian melahirkan Gunung Himalaya.
Konon, proses tersebut terjadi pada 20-36 juta tahun yang silam. Anak benua yang di selatan sebagian terendam air laut, sehingga yang muncul di permukaan adalah gugusan-gugusan pulau yang merupakan mata rantai gunung berapi. Gugusan pulau-pulau di Asia Tenggara, yang sebagian adalah Nuswantoro (Nusantara), yang pada zaman dahulu disebut Sweta Dwipa. Dari bagian daratan ini salah satunya adalah gugusan anak benua yang disebut Jawata, yang satu potongan bagiannya adalah pulau Jawa.Jawata artinya gurunya orang Jawa. Wong dari kata Wahong, dan Tiyang dari kata Ti Hyang, yang berarti keturunan atau berasal dari Dewata. Konon karena itulah pulau Bali sampai kini masih dikenal sebagai pulau Dewata, karena juga merupakan potongan dari benua Sweta Dwipa atau Jawata.
Mengingat kalau dulunya anak benua India dan Sweta Dwipa atau Jawata itu satu daerah, maka tidak heran kalau ada budayanya yang hampir sama, atau mudah saling menerima pengaruh. Juga perkembagan agama di wilayah ini, khususnya Hindu dan Budha yang nyaris sama.
Al kisah, dalam kunjungan resminya sebagai utusan raja, Empu Barang atau nama bangsawannya Haryo Lembusuro, seorang pandhito terkemuka tanah Jawa, berkunjung ke Jambu Dwipa (India).
Sesampainya menginjakkan kaki di negeri Hindustan ini, oleh para Brahmana setempat, Empu Barang diminta untuk bersama-sama menyembah patung perwujudan Haricandana (Wisnu). Namun, dengan kehalusan sikap manusia Jawa, Empu Barang menyatakan bahwa sebagai pandhito Jawa, dia tidak bisa menyembah patung, tetapi para Brahmana India tetap mendesaknya, dengan alasan kalau Brahmana dinasti Haricandana menyembahnya karena Wisnu dipercaya sebagai Sang Pencipta Tribuwana.
Dengan setengah memaksa, Empu Barang diminta duduk, namun sewaktu kaki Empu Barang menyentuh tanah, tiba-tiba bumi bergoyang (tidak disebutkan berapa kekuatan goyangannya dalam skal ritcher). Yang jelas, saking hebatnya goyangan tersebut, patung tersebut hingga retak-retak.
Memang, menurut tata cara Jawa, penyembahan kepada Sang Penguasa Hidup itu bukan patung, tetapi lewat rasa sejati, sehingga hubungan kawula dengan Gusti menjadi serasi. Itulah Jumbuhing Kawula Dumateng Gusti.
Orang Jawa melakukan puja-puji penyembahan kepada Gustinya langsng dari batinya, maka itu dalam perkembangannya disebut aliran Kebatinan atau perkembangan selanjutnya dikenal dengan istilah Kejawen, karena bersumber dari Jawa.
Bagi orang Jawa tentang cerita waktu bumi Jawa belum dihuni manusia, telah dihuni oleh golongan dewa-dewi dan makhluk halus lainnya. Dan salah satu putra Sang Hyang Jagad Girinata, yaitu Bathara Wisnu turun ke arcapada kawin dengan Pratiwi, dewi bumi.
Dalam pemahaman kejawen, hal itu disikapi dengan terjemahan, kalau Wisnu itu artinya urip/hidup, pemelihara kehidupan. Jadi jelasnya awal mula adanya kehidupan manusia di bumi, atas izin Sang Penguasa Jagad. Dewa perlambang sukma, manusia perlambang raga. Begitulah hidup manusia, raganya bisa rusak, namun sukmanya tetap hidup langgeng.
Kemolekan bumi Jawa laksana perawan rupawan yang amat jelita, sehingga Kerajaan Rum (Ngerum) yang dipimpin Prabu Galbah, lewat laporan pendeta Ngali Samsujen, begitu terpesona karenanya. Maka diutuslah dutanya yang pertama yang bernama Hadipati Alip.
Hadipati Alip berangkat bersama 10.000 warga Ngerum menuju Nuswa Jawa. Mereka dalam waktu singkat meninggal terkena wabah penyakit. Tak tersisa seorang pun. Lalu dikirimlah ekspedisi kedua dibawah pemimpinan Hadipati Ehe. Malangnya, mereka juga mengalami nasib sama, tupes tapis tanpa tilas.
Masih diutus rombongan berikutnya, seperti Hadipati Jimawal, Je, Dal, Be, Wawu, dan Jimakir. Semuanya mengalami nasib sama, tumpes kelor.
Melihat semua itu, Prabu Galbah terkejut dan mengalami shock hebat. Akibatnya, sakit jantungnya kambuh. Dia kemudian jatuh sakit, dan dalam waktu tak lama mangkat.
Pendeta Ngali Samsujen, merasa bersalah karena nasehatnya menimbulkan malapateka ini terjadi. Akhirnya beliau mati dalam rasa bersalah. Tinggal Mahapati Ngerum, karena rasa setianya, dia ingin melanjutkan missi luhur yang dicita-citakan rajanya. Dia akhirnya ingat pada sahabatnya yang sakti bersanama Jaka Sangkala alias Aji Saka, yang tinggal di Tanah Maldewa atau Sweta Dwipa.
Habisnya para migran dari Ngerum ke Tanah Jawa itu, menurut Jaka Sangkala adalah karena hati mereka yang kurang bersih. Mereka tidak meminta izin dahulu pada penjaga Nuswa Jawa. Padahal, karena sejak zaman dahulu, tanah ini sudah ada yang menghuni. Yang menghuni tanah Jawa adalah manusia yang bersifat suci, berwujud badan halus atau ajiman (aji artinya ratu, man atau wan artinya sakti).
Selain penghuni yang baik, juga dihuni penghuni brekasakan, anak buah Bathara Kala. Makanya tak ada yang berani tinggal di bumi Jawa, sebelum mendapat izin Wisnu atau manikmaya atau Semar.
Akhirnya, Mahapati Ngerum diantar Aji Saka menemui Wisnu dan isterinya Dewi Sri Kembang. Saat bertemu, dituturkan bahwa wadyabala warga Ngerum yang mati tidak bisa hidup lagi, dan sudah menjadi Peri Prahyangan, anak buah Batara Kala. Tapi ke-8 Hadipati yang gugur dalam tugas itu berhasil diselamatkan oleh Wisnu dan diserahi tugas menjaga 8 mata angina. Namun mereka tetap menghuni alam halus.
Atas izin Wisnu, Mahapati Negrum dan Aji Saka berangkat ke tanah Jawa untuk menghadap Semar di Gunung Tidar. Tidar dari kata Tida; hati di dada, maksudnya hidup. Supaya selamat, oleh Wisnu, Mahapati Ngerum dan Aji Saka diberi sifat kandel berupa rajah Kalacakra, agar terhindar dari wabah penyakit dan serangan anak buah Batara Kala.
Kisah di atas hanya merupakan gambaran, bahwa ada makna yang tersirat di dalamnya. Wisnu dan Aji Saka itu dwitunggal, bagaikan matahari dan sinarnya, madu dan manisnya, tak terpisahkan. Loro-loro ning atunggal.
Maka itu, keraton Wisnu dan Aji Saka itu di Medang Kamulan, yang maksudnya dimula-mula kehidupan. Kalau dicermati, intinya adalah kawruh ngelmu sejati tentang kehidupan manusia di dunia, sejak masih gaib hingga terlahir di dunia, supaya hidup baik, sehingga kembalinya nanti menjadi gaib lagi, perjalanannya sempurna.
Singkat cerita, perjalanan ke tanah Jawa dipimpin oleh Aji Saka dengan jumlah warga yang lebih besar, 80 ribu atau 8 laksa, disebar di berbagai pelosok pulau. Sejak itulah, kehidupan di tanah Jawa Dwipa yang disebut masyarakat Kabuyutan telah ada sejak 10.000 SM, tetapi mulai agak ramai sejak 3.000 SM.
Sesudah kedatangan pengaruh Hindu, muncul kerajaan pertama di Jawa yang lokasinya di Gunung Gede, Merak. Rajanya Prabu Dewowarman atau Dewo Eso, yang bergelar Sang Hyang Prabu Wismudewo. Raja ini memperkuat tahtanya dengan mengawini Puteri Begawan Jawa yang paling terkenal, yakni Begawan Lembu Suro atau Kesowosidi di Padepokan Garbo Pitu (penguasa 7 lapis alam gaib) yang terletak di Dieng atau Adi Hyang (jiwa yang sempurna), juga disebut Bumi Samboro (tanah yang menjulang tinggi). Puterinya bernama Padmowati atau Dewi Pertiwi.
Dari perkawinan campuran itu, lahirlah Raden Joko Pakukuhan, yang kelak di kemudian hari menggantikan tahta ayahnya di kerajaan Jawa Dwipa atau Keraton Purwosarito, dan bergelar Sang Prabu Sri Maha Panggung. Lalu keraton dipindah lokasinya ke Medang Kamulan.
Penggantinya adalah putranya Prabu Palindriyo. Dari perkawinannya dengan puteri Patih Purnawarman, Dewi Sinto, lahir Raden Radite yang setelah bertahta dan bergelar Prabu Watuguung. Dia memerintah selama 28 tahun. Pemerintahannya mempunyai pengaruh kuat di Jawa Barat. Adalah kakaknya, Prabu Purnawarman yang membuat Prasasti Tugu, sebelah timur Tanjung Priuk dalam pembuatan saluran Kali Gomati, Prasasti Batu Tulis di Ciampea, Bogor.
Untuk menguasai Jawa Timur, Prabu Watugunung mengawini puteri Begawan Kondang, yaitu Dewi Soma dan Dewi Tumpak. Dia juga mengawini Ratu Negeri Taruma yang bernama Dewi Sitowoko.
Dalam pemerintahannya terjadi perebutan tahta dengan Dewi Sri Yuwati, saudara lain ibu (Dewi Landep). Dewi Sri Yuwati dibantu adiknya lain ibu, Joko Sadono (putera Dewi Soma). Akhirnya Prabu Watugunung berhasil dikalahkan, dan Joko Sadono menggantikan tahtanya dengan gelar Prabu Wisnupati, permaisurinya Dewi Sri. Kakak Dewi Sri diangkat sebagai raja Taruma, bergelar Prabu Brahma Raja.
ASAL-USUL KEKUATAN YANG TERDAPAT DALAM TUBUH MANUSIA
(Oleh: Idris Nawawi)
Lewat pemaparan yang diambil dari ilmu shahadat majmal dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan ini manusia juga diberi kelebihan berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas jauh sebelum Alloh SWT menciptakan wujud bumi yaitu, lewat nur Muhammad SAW, yang sudah diciptakan terlebih dahulu di alamul Jannah Majazi / surga Majazi.
Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Alloh SWT menciptakan manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia, lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Alloh SWT sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Alloh SWT menciptakannya dengan “asma” takbiratul ikrom (Allohu Akbar) juga tatkala membuat bentuk “napas” Alloh SWT, menciptakannya dengan Asma ”ruku” (Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih) lalu di saat menciptakan bentuk ”tulang belulang” Alloh SWT, juga menciptakannya dengan asma, “sujud” (Subhanna robbiyal a’laa wabihamdih) dan di saat menciptakan bentuk “kulit” Alloh SWT. menciptakannya dengan asma “lungguh” (Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani).
Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia, akhirnya Alloh SWT, memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya yaitu, dengan bersaksi kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat, mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan berpuasa dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Alloh SWT, juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu.
Nah, dalam bentuk ilmu ini Alloh SWT, memberikannya suatu sifat “cahaya dan api” dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat cahaya Alloh SWT menempatkan dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan api sendiri di tempatkan dalam sifat manusia sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat cahaya dan api ini manusia pada akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti, ilmu supranatural dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Beda dengan pemaparan yang ada dalam kitab “Mizanul Qubro”. Kitab ini secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia, Alloh SWT, memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam. Di antara 6 tingkat sifat alam tersebut, diantaranya, 1- Gunung, 2- Besi, 3- Api, 4- Air, 5- Angin dan Hawa / Ikhlas.
Gunung.
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan Alloh SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Alloh SWT, untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi / wujud dari semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat gunung yang terdapat dalam diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan sifat “Besi”.
Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas ditegaskan, bahwa sifat besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud perbatuan.
Lewat sifat besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat besi ini yang terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat besi masih kalah dengan sifat api.
Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia. Maksud dari sifat api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Alloh SWT, sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Alloh.SWT, menuju derajat yang lebih mulia. Sebab sifat api masih bisa dikalahkan dengan sifat air.
Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah “thoriqul qolbi / penataan hati”.
Sebab bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat air bisa menyatu dimanapun ditempatkan, baik ditanah, bebatuan, pohon, langit, dan lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap ditubuh manusia karena keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat air ini akan mudah menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat laun diri kita akan menjadi hamba Alloh SWT, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat air ini harus terus diasah hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat air disini masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud angin.
Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara menyeluruh. Sebab angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat angin ini bisa mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan gunung, menerbangkan sifat bumi, membesarkan sifat api dan menarik sifat air yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, angin ini disebut juga dengan sifat ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal kebesaran Alloh SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat ikhlas.
Hawa / Ikhlas
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai “kamil baenassama, wal ard” / kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan bumi.
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat ikhlas di sini adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, Afalulloh, dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya, semua ini bisa tercapai, apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
Nah, semoga dengan pemaparan yang misteri berikan, kita semua menjadi paham dan mau mejalankan apa yang menjadi tuntutan hidup kita sendiri. Amiiiin.
Lewat pemaparan yang diambil dari ilmu shahadat majmal dengan pendalaman arti yang terkandung di dalamnya, sesungguhnya asal usul manusia diciptakan dari sifat tanah yang dibentuk sangat sempurna oleh keagungan sifat AF’ALULLOH. Dari kesempurnaan ini manusia juga diberi kelebihan berbagai macam pengetahuan dan ilmu yang sangat luas jauh sebelum Alloh SWT menciptakan wujud bumi yaitu, lewat nur Muhammad SAW, yang sudah diciptakan terlebih dahulu di alamul Jannah Majazi / surga Majazi.
Dengan ke-Esaan dan keagungan-Nya, Alloh SWT menciptakan manusia dengan segudang kelebihan dan kesempurnaan bentuk yang memadai. Bahkan jutaan tahun sebelum perintah sholat diwajibkan untuk seluruh umat di dunia, lewat wasilah yang disampaikan oleh utusan terakhir Muhammad SAW, Alloh SWT sudah menerapkan arti sholat tersebut ke tubuh manusia di saat bentuk manusia baru diciptakan. Seperti saat menciptakan bentuk daging, Alloh SWT menciptakannya dengan “asma” takbiratul ikrom (Allohu Akbar) juga tatkala membuat bentuk “napas” Alloh SWT, menciptakannya dengan Asma ”ruku” (Subhanarobbiyal ‘Adzimi Wabihamdih) lalu di saat menciptakan bentuk ”tulang belulang” Alloh SWT, juga menciptakannya dengan asma, “sujud” (Subhanna robbiyal a’laa wabihamdih) dan di saat menciptakan bentuk “kulit” Alloh SWT. menciptakannya dengan asma “lungguh” (Robbigfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa ‘afini wa’fu ani).
Lewat sebuah kesempurnaan yang dimiliki oleh tubuh manusia, akhirnya Alloh SWT, memberikan tugas mulia kepada mahluk ciptaan-Nya yaitu, dengan bersaksi kalimah syahadat, berpedoman pada kewajiban sholat, mengikhlaskan harta bendanya untuk tujuan mulia, mengisi badan lewat jalan berpuasa dan mensucikan diri lewat kebersihan haji.
Dari struktur yang dapat diserap oleh tubuh manusia, Alloh SWT, juga menciptakan bentuk kekuatan yang menjadi prioritas sifat manusia itu sendiri, yaitu dengan berbagai macam bentuk ilmu.
Nah, dalam bentuk ilmu ini Alloh SWT, memberikannya suatu sifat “cahaya dan api” dalam setiap tubuh manusia. Seperti halnya sifat cahaya Alloh SWT menempatkan dalam bentuk keyakinan, kekuatan bathin, penghayatan ilmu bersifat Robbani dan Derajat menuju khusnul khotimah.
Sedangkan api sendiri di tempatkan dalam sifat manusia sebagai semangat hidup yang bermanfaat. Seperti semangat dalam mencari duniawiyah, ilmu yang menjadi landasan hidup, keras dalam disiplin, tegas dalam menegakkan prinsip, luwes dalam menata ilmu bersifat supranatural dan lain sebagainya.
Dalam pengasahan sifat cahaya dan api ini manusia pada akhirnya akan bisa membentuk wujud ilmu yang nyata, seperti, ilmu supranatural dan dhaukiyatul ma’arif. Tentunya dengan dibantu semangat yang tinggi, tekad membaja, keyakinan yang memadai dan menjauhkan dari kemalasan.
Beda dengan pemaparan yang ada dalam kitab “Mizanul Qubro”. Kitab ini secara luas menerangkan, bahwa dalam kesempurnaan yang terdapat dalam tubuh manusia, Alloh SWT, memberikan kapasitas lebih, yaitu, dengan memberikan keluasan ilmu pada 6 tingkat yang diambil dari sifat alam. Di antara 6 tingkat sifat alam tersebut, diantaranya, 1- Gunung, 2- Besi, 3- Api, 4- Air, 5- Angin dan Hawa / Ikhlas.
Gunung.
Mencerminkan bentuk yang kokoh dari tubuh manusia yang sangat kuat. Dari sifat gunung ini pula manusia dapat menampung segala ilmu dan bisa menahan segala badai, mara bahaya dan azab-azab kecil dari peringatan Alloh SWT, serta bisa menjauhkan dari berbagai hal yang tidak diinginkan lewat doa-doa tulus dari hati yang selalu dibawanya sejak lahir hingga tutup usia.
Dari sifat ini juga manusia mulai ditugaskan oleh Alloh SWT, untuk mengenal arti ilmu yang bersifat lahiriyah maupun bathiniyah. Terutama dalam keluasan akal dan penghayatan bathin menuju tahkikul ilmi / wujud dari semua bentuk ilmu, sehingga dengan adanya bentuk tubuh ini apapun bisa diraihnya sebagai suatu keberhasilan hidup yang diinginkan.
Namun dalam kenyataannya, sifat gunung yang terdapat dalam diri manusia ini belumlah sempurna, sebab sifat gunung sendiri kalah dengan sifat “Besi”.
Besi
Mencerminkan bentuk yang keras dari sifat manusia di dalam segala hal, sebab dalam hal pemaparan ilmu pengetahuan alam sendiri jelas ditegaskan, bahwa sifat besi lebih keras dari sifat yang terdapat dari wujud perbatuan.
Lewat sifat besi ini, manusia mulai dituntut untuk memegang peranan dalam kedisiplinan dan penataan hidup secara akurat, baik dalam memulai suatu karir atau pembelajaran masalah keilmuan.
Namun dalam pandangan ahli sufi, sifat besi ini yang terdapat dalam diri manusia adalah perjalanan awal menuju apapun keinginan yang dimaksud untuk bisa tercapai, hanya saja dalam menginginkan sesuatu yang lebih, manusia tidak boleh berhenti hanya di sifat ini, melainkan harus terus menapaki ilmu yang lebih tinggi. Sebab sifat besi masih kalah dengan sifat api.
Api
Mencerminkan sifat berani yang terdapat dalam diri manusia. Maksud dari sifat api di sini, adalah pembentukan dari 4 sifat asal yang terdapat dalam struktur watak manusia (nafsu hak, nafsu hayawaniyah, nafsu syaithoniyah, dan nafsu muthmainnah).
Dari keempat nafsu ini manusia dituntut untuk mengendalikan nafsu-nafsu tersebut menuju sifat yang positif. Seperti, membangun badan kita lewat semangat berdzikir, semangat dalam mencari ilmu, semangat dalam memohon dan semangat dalam menorehkan segala bidang, baik yang bersifat riil maupun bersifat bathiniyah.
Sebab asal usul sifat api yang diciptakan oleh, Alloh SWT, sebagian besar diarahkan ke sifat semangat sebagai pembakaran diri menuju bentuk kesuksesan di kemudian hari.
Hanya saja dalam merilis kehidupan yang lebih mapan, setiap manusia dituntut untuk terus mencari apa yang menjadi keinginan selanjutnya yang lebih tinggi. Sebab dalam pandangan ahli sufi sendiri menilai sifat ini sebagai tingkat pemula dalam pengenalan ilmu Alloh.SWT, menuju derajat yang lebih mulia. Sebab sifat api masih bisa dikalahkan dengan sifat air.
Air
Mencerminkan sifat kelembutan yang terdapat dalam diri manusia. Sifat ini menurut ahli sufi disebut dengan istilah “thoriqul qolbi / penataan hati”.
Sebab bila seseorang telah mencapai sifat ini, niscaya apapun bentuk ilmu akan bisa diwujudkan secara nyata. Karena sifat air bisa menyatu dimanapun ditempatkan, baik ditanah, bebatuan, pohon, langit, dan lain-lainnya. Seperti halnya sifat ilmu yang terserap ditubuh manusia karena keluasan akal dan penghayatan bathin yang tinggi. Sifat air ini akan mudah menyerap di berbagai bentuk ilmu yang diinginkan, sehingga tanpa sadar, lambat laun diri kita akan menjadi hamba Alloh SWT, yang mempunyai banyak kelebihan, terutama dalam hal ilmu bathiniyah. Hanya saja sifat air ini harus terus diasah hingga sampai menuju sifat ilmu yang lebih tinggi. Karena sifat air disini masih kalah dengan sifat yang terdapat dari wujud angin.
Angin
Mencerminkan keluasan ilmu dalam diri manusia secara menyeluruh. Sebab angin di sini disebut sebagai sifat raja dari semua sifat alam. Seperti halnya kekuasaan seorang raja diraja, sifat angin ini bisa mengontrol dan mengatur segala sifat alam. Seperti, mampu merobohkan kekuatan gunung, menerbangkan sifat bumi, membesarkan sifat api dan menarik sifat air yang menjadikannya lautan air bah.
Dalam hal sifat ilmu, angin ini disebut juga dengan sifat ma’rifatillah, dimana sifat ma’rifatillah ini adalah wujud kesempurnaan dari bentuk pemahaman manusia dalam mengolah segala hal bidang ilmu bersifat Robbani yaitu, lewat sebuah pemahaman, kesolehan, kezuhudan, menjauhkan sifat duniawiyah dan hanya difokuskan dalam satu tujuan, yaitu, hanya mengenal kebesaran Alloh SWT.
Namun dalam keluasan secara hakiki, sifat seperti ini belum dikatakan sempurna sekali sebab masih ada yang mengalahkannya, yaitu, sifat ikhlas.
Hawa / Ikhlas
Mencerminkan kebersihan hati yang terdapat dalam diri manusia, sifat ikhlas sendiri menurut para sufi disebut sebagai “kamil baenassama, wal ard” / kesempurnaan ilmu yang mampu menguasai antara langit dan bumi.
Dalam hal kesempuranan sifat ilmu, sifat ikhlas di sini adalah penggabungan seluruh sifat alam yang sudah dikuasai secara lahir dan bathin, sehingga baik dari ucapan, tingkah laku maupun keinginan kita akan terkabul dengan sendirinya seiring kedekatan hati dengan sifatulloh, Afalulloh, dzatulloh kian menyatu.
Dengan segala pembedaran sifat alam tadi, pada intinya adalah untuk mengajak manusia hidup, bahwasanya, semua ini bisa tercapai, apabila manusia itu sendiri mau berkorban untuk semangat dalam menjalani hidup yang penuh dengan tingkatan demi tingkatan yang harus dilaluinya.
Nah, semoga dengan pemaparan yang misteri berikan, kita semua menjadi paham dan mau mejalankan apa yang menjadi tuntutan hidup kita sendiri. Amiiiin.
AKIBAT ILMU TRAWANGAN AKU JADI IMPOTEN
Kisah mistis ini diceritakan secara lengkap oleh Embong Slamet. Gara-gara ilmu trawangan senjatanya menjadi loyo, akibat seringnya melihat wanita cantik berbugil ria....
Pada mulanya aku hanya coba-coba. Aku sering membayangkan, betapa enaknya bisa tembus pandang, meskipun dalam jarak jauh dengan radius ratusan meter. Tentu saja bisa dibayangkan, betapa nikmatnya bisa melihat tubuh wanita yang mulus di depan mata. Apalagi bila berdekatan dengan artis top ibu kota, bisa kelihatan luar dalamnya. Belum lagi orang-orang yang sedang mandi di kamar-kamar hotel. Tentu sebuah pemandangan yang benar-benar langka dan tak bisa dibayangkan. Bisa dikata, itu adalah sebuah perjalanan surgawi tersendiri yang tiada bandingnya.
Dari banyak keinginan yang aneh-aneh itulah akhirnya aku berani menanyakannya pada Mbah Warso. Sebab di kampungku, hanya dialah yang dikenal memiliki ilmu langka tersebut. Meski usianya masih muda, namun orang-orang kampungku sudah memanggilnya dengan sebutan Mbah, sebab ilmunya dikenal sebagai ilmu tua. Selain itu penampilannya juga seperti seorang Mbah. Memelihara jenggot dan kumis panjangnya, plus rambut panjang dikuncir ke belakang. Gaya ngomongnya pun tak ubahnya seperti seorang Mbah, pelan dan sangat hati-hati.
Karena dikenal memiliki ilmu trawangan, Mbah Warso semakin dijauhi wanita. Kabar yang beredar, mereka tidak berani datang ke tempat Mbah Warso karena malu tubuhnya bisa dilihat secara jelas, meski mengenakan pakaian lengkap sekalipun. Padahal sebenarnya banyak wanita yang menaruh hati padanya. Namun karena perasaan malu lebih besar, mereka suka menjauhi. Oleh karena itulah Mbah Warso tetap membujang meski usianya sudah menginjak kepala empat.
Nasib baik rupanya berpihak kepadaku. Beberapa orang yang meminta diajari ilmu tersebut tak pernah diberi. Meski dengan berbagai dalih dan sedikit ngeyel, namun Mbah Warso lebih memilih diam. Bahkan bila dipaksa sekalipun, dia akan lebih memilih ribut daripada harus mengajarkan ilmunya pada orang yang tidak dikehendaki. Seakan ada tanda tersendiri pada calon murid yang bisa diajarkan ilmu tersebut.
Tapi lain halnya dengan aku. Ketika aku minta diajari, dia langsung legowo (menerima-Red). Bahkan langsung menanyakan kesiapanku untuk mempelajarinya. Jawaban itulah yang sempat membuatku setengah tak percaya. Kok begitu mudah bagiku? Padahal yang lain sulitnya setengah mati. Bahkan sampai mati sekalipun, belum bisa mendapatkannya. Kata orang, garis tanganku menakdirkan akulah salah seorang yang akan mampu menerima ilmu trawangan tersebut. Syukurlah kalau memang begitu. Ini memang rejekiku, pikirku saat itu.
Dalam waktu tidak begitu lama aku sudah berhasil menguasainya. Ternyata ritualnya tidak sesulit yang aku bayangkan sebelumnya. Hanya dengan berpuasa patigeni beberapa hari saja, plus lelaku yang tak seberapa berat, keinginanku sudah tercapai. Dalam hitungan jari tangan, aku sudah bisa menerawang ke beberapa tempat, meski terhalang tembok tebal. Benar-benar gila! Betapa mulusnya tubuh, Dian, Sari, Hilda dan Siska. Padahal sejak dulu aku mau mengintip waktu mandi saja susah minta ampun. Takut kepergok orang kampung.
Sejak mulai menguasai ilmu trawangan, aku memilih hobi baru. Setiap hari selalu kusempatkan diri untuk menjajal ilmuku. Hampir seluruh wanita di kampungku, semuanya sudah pernah kulihat tubuhnya, meski dengan kelebihan ilmu yang diberi¬kan kepadaku. Bahkan isteri kepala desaku yang bekas foto model, sudah puas aku memandanginya.
Tak puas hanya dengan memandangi seluruh gadis-gadis, ibu dan janda di kampungku jadi sasaran. Akhirnya, aku mengembangkan ‘bakat alamku’ ke kota. Setiap memasuki terminal bus, aku selalu menyempatkan untuk merapal ilmuku lebih dulu. Jadinya, mereka yang ada di sekitar tempat itu seperti tak mengenakan pakaian sedikit pun. Luar biasa! Enak benar. Terasa seperti hidup di alam lain saja.
Tidak hanya tubuh wanita yang mulus saja yang bisa kulihat, tapi juga orang-orang yang sedang melakukan hubungan intim di kamarnya. Lewat ilmu trawangan, aku bisa melihatnya dengan jelas setiap gerakan mereka. Beberapa temanku yang sempat kuceritakan detik demi detik permainan seorang tetangga hanya bisa ngiler mendengarnya.
“Ayo dong, ajari aku!” itulah ujungnya setiap aku menceritakan sesuatu pada mereka.
Akibat ilmu tersebut, aku tak suka lagi nonton vcd porno. Bagiku, melihat langsung akan lebih bagus ketimbang hanya melihat di layar televisi. Lagian, dengan ilmu warisan leluhur itu aku tak usah mengeluarkan biaya sedikitpun. Hanya dengan modal konsentrasi dan sedikit waktu untuk merapal mantra, aku sudah bisa menikmatinya dengan leluasa. Aku benar-benar leluasa untuk bisa melihat apapun yang berada di balik pakaian seseorang. Termasuk untuk mengukur besar, kecil, kencang dan kendur milik seseorang. Aku hapal benar “barang-barang” mereka.
Namun ada satu dampak yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Padahal dampak itu amat fatal bagiku. Mbah Warso juga tak pernah memberitahu aku sebelumnya. Ternyata, sejak aku menguasai ilmu pemberian Mbah Warso, senjataku tak pernah lagi berdiri tegak. Padahal secara nyata, pancingan yang diberikan mataku sudah benar-benar maksimal. Apapun yang kuinginkan, aku bisa melihatnya dengan jelas. Tapi anehnya, meski kedua mataku bisa melihat segala sesuatu dengan leluasa, namun aku tak pernah bernafsu. Semuanya terasa biasa. Tak ada yang istimewa dan perlu dihayati.
Yang juga amat kusesali, ternyata aku sudah terlambat mengetahuinya. Ketika aku sudah puas dengan melihat segala macam wanita yang kuinginkan, dan aku mulai ingin menikah dan hidup normal. Saat itulah aku baru tahu, ternyata senjataku tak berfungsi lagi. Beberapa kali aku mencoba untuk mereparasi ke beberapa tukang obat kuat, namun belum juga membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan saking gusarnya sempat aku datangi kios pengobatan India khusus lemah syahwat, namun belum juga berhasil. Padahal saat itu, si pengobatnya wanita India yang benar-benar cantik plus bahenol. Berpakaian minim lagi. Sebagai seorang lelaki normal, melihat saja (tanpa menyentuh), bisa membuat lelaki yang lemah syahwat langsung bergairah. Jantan kembali. Tapi aku benar-benar lain. Disentuh beberapa kali pun tak juga mau bergerak.
Aku mulai panik. Kudatangi Mbah Warso, lalu kusampaikan keluhanku kepadanya. Pikirku, hanya dialah yang tahu penawarnya karena dia juga yang memberikan ilmu itu padaku. Namun apa yang terjadi kemudian, sungguh di luar dugaanku. Orang itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Bukan cuma kamu yang merasakan hal itu, aku sendiri juga sangat menyesal,” jawabnya dengan enteng.
Saat itu darah mudaku langsung naik ke ubun-ubun. Tanpa terkendali, kupegang krah bajunya lalu kuangkat.
“Dasar guru bajingan!” bentakku, diiringi bogem mentah yang langsung mendarat di bibirnya. Lelaki itu terjerembab ke tanah sambil meratap minta ampun.
Tetapi secara diam-diam, aku merasa kasihan juga kepadanya. Tak kuat dengan batinku yang semakin memberontak, kutinggalkan Mbah Warso sendirian. Tak lupa aku memohon maaf atas kekasaranku. Namun tetap dengan jawaban semula, ia mengaku belum tahu penangkalnya. Ia sendiri sebenarnya juga kepingin bisa memiliki senjata normal layaknya seorang lelaki biasa.
Setiap menjelang tidur aku selalu merenungi dosa-dosa yang telah kuperbuat. Bukankah mengamalkan ilmu semacam itu dilarang Tuhan karena bisa mempermalukan orang? Kenapa aku melakukannya? Bukan salah Mbah Warso kalau aku sekarang dihukum. Toh, kesalahan sudah aku lakukan dalam beberapa lama. Beruntung aku masih diberi kesempatan untuk bertobat. Jika tidak, maka aku akan menyesali lebih lama lagi nantinya.
Setelah merenung untuk beberapa lama, aku mulai menemukan jalan keluarnya. Aku semakin senang dengan puasa Senin-Kamis, lalu membaca syahadat sebanyak 41 kali setiap usai sahalat Maghrib. Sementara mantra ilmu trawangan kusingkirkan jauh-jauh. Tak pernah lagi kuamalkan. Bahkan kulupakan sebisa mungkin. Beberapa pantangannya malah sengaja kulanggar.
Rupanya usahaku tak sia-sia. Beberapa kali aku merasakan aliran hangat merambat dari pusarku menuju alat vitalku. Saat itu pula aku merasa optimis untuk bisa hidup normal seperti dulu lagi. Namun semuanya tetap kuserahkan kepada-Mu, Tuhanku yang Maha Pengampun.
Pada mulanya aku hanya coba-coba. Aku sering membayangkan, betapa enaknya bisa tembus pandang, meskipun dalam jarak jauh dengan radius ratusan meter. Tentu saja bisa dibayangkan, betapa nikmatnya bisa melihat tubuh wanita yang mulus di depan mata. Apalagi bila berdekatan dengan artis top ibu kota, bisa kelihatan luar dalamnya. Belum lagi orang-orang yang sedang mandi di kamar-kamar hotel. Tentu sebuah pemandangan yang benar-benar langka dan tak bisa dibayangkan. Bisa dikata, itu adalah sebuah perjalanan surgawi tersendiri yang tiada bandingnya.
Dari banyak keinginan yang aneh-aneh itulah akhirnya aku berani menanyakannya pada Mbah Warso. Sebab di kampungku, hanya dialah yang dikenal memiliki ilmu langka tersebut. Meski usianya masih muda, namun orang-orang kampungku sudah memanggilnya dengan sebutan Mbah, sebab ilmunya dikenal sebagai ilmu tua. Selain itu penampilannya juga seperti seorang Mbah. Memelihara jenggot dan kumis panjangnya, plus rambut panjang dikuncir ke belakang. Gaya ngomongnya pun tak ubahnya seperti seorang Mbah, pelan dan sangat hati-hati.
Karena dikenal memiliki ilmu trawangan, Mbah Warso semakin dijauhi wanita. Kabar yang beredar, mereka tidak berani datang ke tempat Mbah Warso karena malu tubuhnya bisa dilihat secara jelas, meski mengenakan pakaian lengkap sekalipun. Padahal sebenarnya banyak wanita yang menaruh hati padanya. Namun karena perasaan malu lebih besar, mereka suka menjauhi. Oleh karena itulah Mbah Warso tetap membujang meski usianya sudah menginjak kepala empat.
Nasib baik rupanya berpihak kepadaku. Beberapa orang yang meminta diajari ilmu tersebut tak pernah diberi. Meski dengan berbagai dalih dan sedikit ngeyel, namun Mbah Warso lebih memilih diam. Bahkan bila dipaksa sekalipun, dia akan lebih memilih ribut daripada harus mengajarkan ilmunya pada orang yang tidak dikehendaki. Seakan ada tanda tersendiri pada calon murid yang bisa diajarkan ilmu tersebut.
Tapi lain halnya dengan aku. Ketika aku minta diajari, dia langsung legowo (menerima-Red). Bahkan langsung menanyakan kesiapanku untuk mempelajarinya. Jawaban itulah yang sempat membuatku setengah tak percaya. Kok begitu mudah bagiku? Padahal yang lain sulitnya setengah mati. Bahkan sampai mati sekalipun, belum bisa mendapatkannya. Kata orang, garis tanganku menakdirkan akulah salah seorang yang akan mampu menerima ilmu trawangan tersebut. Syukurlah kalau memang begitu. Ini memang rejekiku, pikirku saat itu.
Dalam waktu tidak begitu lama aku sudah berhasil menguasainya. Ternyata ritualnya tidak sesulit yang aku bayangkan sebelumnya. Hanya dengan berpuasa patigeni beberapa hari saja, plus lelaku yang tak seberapa berat, keinginanku sudah tercapai. Dalam hitungan jari tangan, aku sudah bisa menerawang ke beberapa tempat, meski terhalang tembok tebal. Benar-benar gila! Betapa mulusnya tubuh, Dian, Sari, Hilda dan Siska. Padahal sejak dulu aku mau mengintip waktu mandi saja susah minta ampun. Takut kepergok orang kampung.
Sejak mulai menguasai ilmu trawangan, aku memilih hobi baru. Setiap hari selalu kusempatkan diri untuk menjajal ilmuku. Hampir seluruh wanita di kampungku, semuanya sudah pernah kulihat tubuhnya, meski dengan kelebihan ilmu yang diberi¬kan kepadaku. Bahkan isteri kepala desaku yang bekas foto model, sudah puas aku memandanginya.
Tak puas hanya dengan memandangi seluruh gadis-gadis, ibu dan janda di kampungku jadi sasaran. Akhirnya, aku mengembangkan ‘bakat alamku’ ke kota. Setiap memasuki terminal bus, aku selalu menyempatkan untuk merapal ilmuku lebih dulu. Jadinya, mereka yang ada di sekitar tempat itu seperti tak mengenakan pakaian sedikit pun. Luar biasa! Enak benar. Terasa seperti hidup di alam lain saja.
Tidak hanya tubuh wanita yang mulus saja yang bisa kulihat, tapi juga orang-orang yang sedang melakukan hubungan intim di kamarnya. Lewat ilmu trawangan, aku bisa melihatnya dengan jelas setiap gerakan mereka. Beberapa temanku yang sempat kuceritakan detik demi detik permainan seorang tetangga hanya bisa ngiler mendengarnya.
“Ayo dong, ajari aku!” itulah ujungnya setiap aku menceritakan sesuatu pada mereka.
Akibat ilmu tersebut, aku tak suka lagi nonton vcd porno. Bagiku, melihat langsung akan lebih bagus ketimbang hanya melihat di layar televisi. Lagian, dengan ilmu warisan leluhur itu aku tak usah mengeluarkan biaya sedikitpun. Hanya dengan modal konsentrasi dan sedikit waktu untuk merapal mantra, aku sudah bisa menikmatinya dengan leluasa. Aku benar-benar leluasa untuk bisa melihat apapun yang berada di balik pakaian seseorang. Termasuk untuk mengukur besar, kecil, kencang dan kendur milik seseorang. Aku hapal benar “barang-barang” mereka.
Namun ada satu dampak yang tak pernah kubayangkan sebelumnya. Padahal dampak itu amat fatal bagiku. Mbah Warso juga tak pernah memberitahu aku sebelumnya. Ternyata, sejak aku menguasai ilmu pemberian Mbah Warso, senjataku tak pernah lagi berdiri tegak. Padahal secara nyata, pancingan yang diberikan mataku sudah benar-benar maksimal. Apapun yang kuinginkan, aku bisa melihatnya dengan jelas. Tapi anehnya, meski kedua mataku bisa melihat segala sesuatu dengan leluasa, namun aku tak pernah bernafsu. Semuanya terasa biasa. Tak ada yang istimewa dan perlu dihayati.
Yang juga amat kusesali, ternyata aku sudah terlambat mengetahuinya. Ketika aku sudah puas dengan melihat segala macam wanita yang kuinginkan, dan aku mulai ingin menikah dan hidup normal. Saat itulah aku baru tahu, ternyata senjataku tak berfungsi lagi. Beberapa kali aku mencoba untuk mereparasi ke beberapa tukang obat kuat, namun belum juga membuahkan hasil yang maksimal. Bahkan saking gusarnya sempat aku datangi kios pengobatan India khusus lemah syahwat, namun belum juga berhasil. Padahal saat itu, si pengobatnya wanita India yang benar-benar cantik plus bahenol. Berpakaian minim lagi. Sebagai seorang lelaki normal, melihat saja (tanpa menyentuh), bisa membuat lelaki yang lemah syahwat langsung bergairah. Jantan kembali. Tapi aku benar-benar lain. Disentuh beberapa kali pun tak juga mau bergerak.
Aku mulai panik. Kudatangi Mbah Warso, lalu kusampaikan keluhanku kepadanya. Pikirku, hanya dialah yang tahu penawarnya karena dia juga yang memberikan ilmu itu padaku. Namun apa yang terjadi kemudian, sungguh di luar dugaanku. Orang itu malah tertawa terbahak-bahak.
“Bukan cuma kamu yang merasakan hal itu, aku sendiri juga sangat menyesal,” jawabnya dengan enteng.
Saat itu darah mudaku langsung naik ke ubun-ubun. Tanpa terkendali, kupegang krah bajunya lalu kuangkat.
“Dasar guru bajingan!” bentakku, diiringi bogem mentah yang langsung mendarat di bibirnya. Lelaki itu terjerembab ke tanah sambil meratap minta ampun.
Tetapi secara diam-diam, aku merasa kasihan juga kepadanya. Tak kuat dengan batinku yang semakin memberontak, kutinggalkan Mbah Warso sendirian. Tak lupa aku memohon maaf atas kekasaranku. Namun tetap dengan jawaban semula, ia mengaku belum tahu penangkalnya. Ia sendiri sebenarnya juga kepingin bisa memiliki senjata normal layaknya seorang lelaki biasa.
Setiap menjelang tidur aku selalu merenungi dosa-dosa yang telah kuperbuat. Bukankah mengamalkan ilmu semacam itu dilarang Tuhan karena bisa mempermalukan orang? Kenapa aku melakukannya? Bukan salah Mbah Warso kalau aku sekarang dihukum. Toh, kesalahan sudah aku lakukan dalam beberapa lama. Beruntung aku masih diberi kesempatan untuk bertobat. Jika tidak, maka aku akan menyesali lebih lama lagi nantinya.
Setelah merenung untuk beberapa lama, aku mulai menemukan jalan keluarnya. Aku semakin senang dengan puasa Senin-Kamis, lalu membaca syahadat sebanyak 41 kali setiap usai sahalat Maghrib. Sementara mantra ilmu trawangan kusingkirkan jauh-jauh. Tak pernah lagi kuamalkan. Bahkan kulupakan sebisa mungkin. Beberapa pantangannya malah sengaja kulanggar.
Rupanya usahaku tak sia-sia. Beberapa kali aku merasakan aliran hangat merambat dari pusarku menuju alat vitalku. Saat itu pula aku merasa optimis untuk bisa hidup normal seperti dulu lagi. Namun semuanya tetap kuserahkan kepada-Mu, Tuhanku yang Maha Pengampun.
Langganan:
Komentar (Atom)
